Loading
Windu ketiga menjadi masa kejayaan dalam sejarah pengelolaan Sungai Brantas. Pada 12 November 1977, Presiden Soeharto meresmikan tiga bendungan strategis sekaligus: Lahor, Wlingi, dan Bening. Ketiga bendungan ini tidak hanya memperkuat sistem pengendalian banjir dan distribusi air, tetapi juga meningkatkan kapasitas pembangkit listrik serta mendukung kemajuan sektor pertanian di Jawa Timur. Kehadiran infrastruktur ini menjadi simbol transformasi DAS Brantas menuju era ketahanan air dan energi yang terpadu.
Bendungan Lahor dibangun dengan koneksi terowongan sepanjang 822 meter yang menghubungkannya ke Bendungan Sutami. Dilengkapi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasitas 105 megawatt, Lahor menjadi pusat energi yang penting. Di sisi lain, Bendungan Wlingi mampu menahan debit air hingga 2.824 meter kubik per detik dan menghasilkan daya sebesar 54 megawatt. Bendungan Bening melengkapi sistem dengan kapasitas alir 550 meter kubik per detik dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) berkapasitas 650 kilowatt. Ketiga bendungan ini mencerminkan wajah baru DAS Brantas: kokoh, produktif, dan berdaya guna bagi kehidupan masyarakat.
Bendungan Lahor, Wlingi, dan Bening
Keberhasilan proyek ini tidak lepas dari sinergi pendanaan antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bantuan luar negeri, serta kontribusi teknologi dari berbagai konsultan internasional. Lebih dari sekadar infrastruktur fisik, bendungan-bendungan ini membawa perubahan nyata: irigasi menjangkau lahan yang lebih luas, listrik mengaliri desa-desa yang sebelumnya gelap, dan roda perekonomian lokal mulai berputar lebih kencang. Panen meningkat, kesejahteraan pun perlahan tumbuh.
Meski demikian, tantangan tetap hadir, salah satunya adalah sedimentasi di Bendungan Wlingi yang mengganggu kapasitas tampung. Namun, sistem pengawasan teknis mulai dikembangkan sebagai respon. Penggunaan alat pengukur tekanan air menjadi langkah awal menuju pengelolaan berbasis data. BBWS Brantas pun terus beradaptasi, memastikan setiap bendungan berfungsi optimal dan aman sepanjang waktu..
Windu ketiga ditutup dengan pencapaian besar, bukan hanya dalam bentuk pembangunan fisik, tetapi juga dalam semangat kolektif untuk membangun masa depan. DAS Brantas telah bertransformasi menjadi tulang punggung pembangunan Jawa Timur—sebuah sistem air yang kini menjadi sumber daya strategis dan penggerak pertumbuhan regional.