Loading
Windu kedelapan menandai era digitalisasi penuh dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Lompatan besar dilakukan dengan modernisasi sistem Flood Forecasting and Warning System (FFWS), Sebagai pengelola sumber daya air, PJT I memperkuat perannya dalam mitigasi bencana dengan aktif di Kelompok Kesiagaan Bencana. Mereka menetapkan titik pemantauan banjir, mengoordinasikan pemasangan rambu peringatan, menginventarisasi kebutuhan infrastruktur kritis, serta menggerakkan keterlibatan masyarakat melalui edukasi kesiapsiagaan. Pendekatan kolaboratif ini mempertegas komitmen untuk keberlanjutan dan keselamatan DAS Brantas di tengah tantangan iklim dan pertumbuhan penduduk.
Di bidang infrastruktur, dua proyek besar menandai capaian strategis Windu VIII. Bendungan Tugu, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2021, berperan penting dalam pengurangan banjir hingga 76,21 m³/detik, penyediaan air baku untuk 8.000 jiwa, serta pengairan lahan pertanian seluas 1.200 hektare. Selain itu, bendungan ini mendukung energi hijau melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM).
Presiden Joko Widodo meresmikan dua bendungan multifungsi di Jawa Timur
Setahun kemudian, pada 2022, Bendungan Semantok diresmikan dan mencetak sejarah sebagai bendungan terpanjang di Asia Tenggara. Dengan kapasitas besar, bendungan ini menyuplai air untuk hampir 2.000 hektare sawah dan menjadi bukti ketangguhan teknologi rekayasa anak bangsa. Keberadaannya memperkuat ketahanan pangan dan air di wilayah Nganjuk dan sekitarnya.
Bendungan Semantok sebagai bendungan terpanjang di Asia Tenggara
Inovasi digital terus diperkuat. Selain Command Centre, pemanfaatan drone menjadi bagian penting dalam pemantauan banjir, terbukti efektif saat menangani banjir besar di Surabaya pada 2023. Semua langkah ini bukan sekadar proyek teknis, tetapi bagian dari warisan strategis lintas generasi. DAS Brantas kini berdiri sebagai sistem yang tangguh, adaptif, dan siap menghadapi masa depan dengan air bersih, energi hijau, dan lingkungan yang lebih aman.
Transformasi pengelolaan sumber daya air di DAS Brantas dimulai dari langkah progresif di Daerah Irigasi (D.I.) Siman, Kabupaten Ponorogo. Kawasan irigasi seluas 4.525 hektare ini menjadi titik awal penerapan sistem irigasi berbasis teknologi digital, menandai era baru pengelolaan air yang lebih efisien, responsif, dan terintegrasi.
Digitalisasi D.I Siman
Digitalisasi D.I. Siman dibangun di atas lima pilar utama: ketersediaan air, infrastruktur irigasi, sistem pengelolaan, kelembagaan, dan sumber daya manusia sebagai pelaku utama. Teknologi informasi menjadi penghubung antar pilar—mulai dari prediksi debit air melalui data satelit dan sensor AWLR, hingga pelatihan teknologi bagi petani dan petugas lapangan.
Langkah konkret dalam digitalisasi ini mencakup:
Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dari 236,75 menjadi 260,00
Seluruh perangkat terintegrasi dalam satu sistem pusat, memungkinkan pemantauan dan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan berbasis data.Hasilnya sangat signifikan. Efisiensi alokasi air meningkat, kehilangan air berkurang drastis, dan produktivitas pertanian naik. Indeks Pertanaman (IP) meningkat dari 236,75 menjadi 260,00, dengan surplus layanan irigasi yang turut memperkuat ketahanan pangan kawasan.
Transformasi digital pengelolaan DAS Brantas mencapai puncaknya dengan berdirinya Command Center BBWS Brantas, pusat kendali modern yang mengintegrasikan seluruh sistem monitoring dan pengambilan keputusan berbasis data real-time. Dengan dukungan perangkat lunak canggih dan algoritma hidrologi, pusat ini memungkinkan prediksi banjir hingga 85% akurat, pemantauan kualitas air, serta pengelolaan irigasi dan distribusi air secara efisien. Masyarakat kini dapat mengakses informasi dan layanan publik dengan lebih cepat melalui aplikasi resmi, memperkuat keterlibatan publik dalam menjaga sumber daya air.
P
Keberhasilan ini tidak hanya menghadirkan efisiensi dan keselamatan, tetapi juga membentuk fondasi kuat bagi pengelolaan sungai yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim. Proyek irigasi baru seperti Saluran Irigasi Semantok Kiri, serta suplai air baku sebesar 400 liter per detik, menjadi bukti dampak nyata sistem ini terhadap kesejahteraan masyarakat. Windu VIII pun ditutup sebagai tonggak era baru pengelolaan air berbasis teknologi—langkah awal menuju masa depan yang lebih tangguh dan cerdas.
Delapan windu perjalanan Sungai Brantas mencerminkan transformasi luar biasa dari sungai yang rawan banjir menjadi sistem pengelolaan air yang modern dan tangguh. Dari bencana yang mengguncang hingga lahirnya Command Center canggih, Brantas telah menjelma menjadi sumber kehidupan, energi, dan ketahanan wilayah.Bendungan besar seperti Semantok menjadi simbol kemajuan tersebut, menyuplai irigasi, listrik, dan perlindungan dari bencana. Dengan peran aktif BBWS Brantas dan dukungan masyarakat, Sungai Brantas kini bukan hanya warisan alam, tetapi juga inspirasi masa depan pengelolaan air yang berkelanjutan dan inovatif.